Hardjuno Wiwoho: 3 Pilar Utama Pembangunan Nasional adalah SDM, Kemandirian Pangan, dan Energi Terbarukan

Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho

MABES PRESISI, JAKARTA – Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho, mendorong pemerintah untuk serius memprioritaskan tiga pilar fundamental dalam pembangunan nasional.

Pilar-pilar tersebut meliputi pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan teknologi, kemandirian pangan, serta peningkatan energi terbarukan. Wiwoho menyatakan bahwa kegagalan dalam menggarap ketiga pilar tersebut dapat menyebabkan keterbelakangan negara.

“Jika pemimpin gagal memajukan ketiga pilar pembangunan ini, maka saya khawatir negara tidak akan berkembang,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/8/2023).

Wiwoho mengingatkan bahwa Indonesia berisiko terjebak dalam zaman kegelapan atau keterbelakangan apabila mengabaikan elemen penting ini.

“Meskipun kita menggunakan smartphone, kita harus ingat bahwa simpanse dan gorila dalam penelitian bisa juga menggunakan smartphone. Orang Indonesia yang menggunakan smartphone seolah-olah pintar, padahal simpanse dan gorila juga bisa melakukannya,” jelasnya.

Dia mengakui bahwa mengejar ketertinggalan bukanlah hal yang mudah dan akan memerlukan waktu berabad-abad. Wiwoho membandingkan perkembangan Jakarta dengan Papua, dua wilayah yang berada di Indonesia tetapi memiliki perkembangan yang sangat berbeda.

Ketertinggalan Papua dari Jakarta dapat diibaratkan sebagai ketertinggalan Indonesia dari negara maju.

“Sistem kroni kita menutupi ini semua karena lebih suka mencari jalan pintas. Ada hal aneh, seperti debitur BLBI yang menagih utang negara. Hal ini tidak akan terjadi tanpa dukungan para penguasa,” ungkap Wiwoho.

Lebih lanjut, Wiwoho mengingatkan bahwa sebuah pemerintahan harus diingat bukan hanya karena pembangunan fisik semata.

Ia mengajukan contoh para nabi dan pemimpin besar lainnya yang mementingkan pengembangan SDM dengan keahlian dan visi ke depan.

Wiwoho menyebut bahwa VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) membangun Ibu Kota Jakarta dengan megah pada eranya, tetapi sejarah hanya mengingatnya sebagai penjajah yang merugikan.

“Jadi, jika Indonesia tidak membangun manusianya, jangan harap pemimpin hari ini akan dikenang di masa depan,” tambahnya.

Wiwoho menjelaskan bahwa dalam era sekarang, sebuah negara perlu strategi pembangunan yang komprehensif yang mencakup ketahanan pangan, pengembangan energi terbarukan, dan peningkatan SDM serta teknologi.

“Jika kita tidak membangun ketiga pilar ini dan hanya membangun infrastruktur, termasuk proyek Indonesia Knowledge Network (IKN), kita akan tetap tertinggal. Investasi teknologi di Indonesia hanya 0,15 persen dari PDB. Padahal negara maju bisa mencapai 2-3 persen. Investasi untuk BTS saja tidak dilakukan meski sudah dialokasikan anggaran, dan terjadi korupsi sebesar 80 persen,” papar Wiwoho.

Wiwoho menilai bahwa saat ini pemimpin Indonesia kesulitan membangun tiga pilar dasar pembangunan nasional. Salah satu penyebabnya adalah masalah korupsi yang akut di Indonesia. Banyak pejabat Indonesia diduga hanya mencari proyek jangka pendek demi kepentingan pribadi.

“Sebagai contoh, Foxconn, ada dugaan telah terjadi pemerasan sebelum apa-apa. Bagaimana ini bisa terjadi? Karena sistem yang ada, dari atas hingga bawah, belum diperbaiki. Jika sistem semacam ini diteruskan, tidak akan ada yang berinvestasi,” tegas Wiwoho.

Wiwoho juga memberikan peringatan kepada pemimpin Indonesia agar tidak hanya fokus pada upacara seremonial semata.

Membangun gedung atau kota megah hanya membuat pemimpin diingat untuk sementara waktu, tetapi sejatinya pelayanan kepada rakyat yang membuat seorang pemimpin diingat dalam sejarah.

Menurut Wiwoho, saat ini pemimpin harus memiliki orientasi jangka panjang. Jika negara tidak mampu bersaing dan malah mundur, yang akan dikenang dari pemimpin adalah korupsinya. Jika suatu saat terjadi bencana, orang akan menyalahkan pemimpin atas semua kerusakan tersebut.

“Kita berutang untuk membayar debitur BLBI yang tidak dihentikan dan justru dilindungi sebagai kroni. Jika bencana datang lebih buruk dari tahun 1998, orang akan mengingat siapa yang menyebabkannya. Sumber daya alam habis, bonus demografi habis. Yang tersisa adalah utang. Utang negara ditanggung oleh rakyat. Ini adalah warisan yang ditinggalkan kepada anak cucu kita yang akan menghakimi kita. Karena semua pembangunan fisik akan mengalami kerusakan seiring berjalannya waktu. Yang tetap abadi hanya simbol ketidakadilan, simbol korupsi, simbol hukum yang dapat diperjualbelikan,” tutup Wiwoho.

(win)

Exit mobile version