MABES PRESISI, BABEL – Panitia Khusus (Pansus) Stabilitas Harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dan Izin Perkebunan Sawit DPRD Provinsi Bangka Belitung melakukan koordinasi di Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Tujuan koordinasi ini adalah untuk mencari solusi atas permasalahan harga TBS di wilayah tersebut.
Wakil Ketua Pansus, Eka Budiarta, mengungkapkan bahwa kesalahan persepsi mengenai pekebun dan kemitraan usaha perkebunan telah membuat petani sawit di Provinsi Bangka Belitung menghadapi harga yang tidak menguntungkan.
Eka Budiarta menjelaskan, “Dasar Peraturan Menteri Pertanian No. 1 Tahun 2018 tentang pedoman penetapan harga pembelian TBS Sawit produksi pekebun sebenarnya jelas. Namun, implementasinya di Provinsi Bangka Belitung terkesan keliru.”
Lebih lanjut, Eka Budiarta mengungkapkan bahwa definisi pekebun telah diatur dengan jelas dalam ketentuan umum. Pekebun adalah warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala yang tidak mencapai batasan tertentu.
Pengertian kemitraan usaha perkebunan pun dijelaskan sebagai kerjasama yang saling menguntungkan, menghargai, bertanggung jawab, serta memperkuat hubungan antara perusahaan perkebunan dengan pekebun.
Namun, pengertian ini seringkali diartikan hanya berlaku untuk petani plasma perusahaan. Padahal, dalam Peraturan Menteri Pertanian tersebut, tidak ada satu ayat pun yang mengatur hal tersebut.
Eka Budiarta menekankan pentingnya mengakhiri interpretasi yang salah terhadap Peraturan Menteri Pertanian. Dia mengajak semua pihak terkait untuk merumuskan harga yang seharusnya diterima oleh petani sawit di Bangka Belitung.
“Pengawasan dan sanksi harus diterapkan mulai dari penentuan harga TBS hingga pengawasan terhadap perusahaan. Pasal 18 tentang pengawasan dan pasal 19 tentang sanksi dalam Peraturan Menteri Pertanian harus dijalankan dengan tegas,” tegas Eka Budiarta.
Anggota Pansus berkomitmen untuk memperbaiki persepsi yang keliru selama ini. Kesejahteraan petani sawit menjadi tujuan utama, dan hal ini hanya bisa dicapai dengan kejelasan dan keadilan dalam semua aspek yang terkait.
“Eka Budiarta juga menegaskan bahwa pasal 18 ayat 3 Peraturan Menteri Pertanian perlu ditegakkan. Pengawasan akan dilakukan terhadap perusahaan perkebunan terkait dengan penyampaian dokumen komponen indeks ‘K’, harga, serta jumlah penjualan CPO dan PK.”
Terkait dengan sanksi, Eka Budiarta menyebut bahwa perusahaan perkebunan yang tidak mematuhi kewajiban yang diatur dalam pasal 17 akan menerima peringatan tertulis sesuai dengan pasal 19 ayat 1.
“Kepala Dinas Perkebunan Provinsi harus mengeluarkan teguran tertulis yang bisa mengakibatkan pencabutan izin usaha, sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pertanian No. 1 Tahun 2018,” tegas Eka Budiarta dalam penutupnya.
(edi)