Banner Asisten III Setda OKI

Banner PUPR OKI HUT RI 80
Berita  

Lagi-lagi BPK Provinsi Menemukan Permasalahan yang sangat Merugikan Keuangan Negara

Mabes Presisi.ComOKI – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) tahun 2024 yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Selatan menyingkap dugaan adanya ketidakberesan dalam proyek infrastruktur di OKI. Dalam dokumen dengan Nomor 40.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025 Tanggal 24 Mei 2025 itu, BPK menemukan dua permasalahan utama yang merugikan keuangan daerah.

 

Temuan tersebut berasal dari pemeriksaan dokumen dan fisik secara uji petik atas 25 paket pekerjaan fisik normalisasi sungai pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dengan total anggaran mencapai Rp75.068.310.000,00.

 

BPK secara gamblang memaparkan bahwa penentuan lokasi kegiatan normalisasi sungai tidak berdasarkan skala prioritas yang jelas. Padahal, normalisasi seharusnya bertujuan untuk mencegah banjir dan erosi di area permukiman.

 

Namun, hasil pemeriksaan fisik di lapangan menemukan bahwa beberapa paket pekerjaan justru dikerjakan di lokasi yang janggal. BPK mencatat bahwa normalisasi dilakukan pada area saluran yang kering dan memiliki elevasi lebih tinggi dari trase lain. Selain itu, pengerjaan juga ditemukan pada area yang jauh dari permukiman warga, sehingga manfaatnya bagi publik dipertanyakan. Lebih jauh lagi, pekerjaan bahkan dilakukan di area kebun sawit milik swasta yang masih dalam tahap Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), serta pada area sungai yang berbatasan dengan kabupaten lain, di mana pekerjaan hanya dilakukan pada satu sisi saja.

 

Pernyataan dari Kepala Bidang Perencanaan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menguatkan temuan ini. Ia mengakui bahwa pekerjaan normalisasi sungai bukan prioritas pembangunan infrastruktur OKI tahun 2024. Prioritas utama seharusnya adalah pembangunan jalan, sanitasi, MCK, sumur bor, dan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) yang berdampak langsung pada masyarakat.

 

Fakta ini diperparah dengan pernyataan dari Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Kabupaten OKI yang juga mengakui bahwa normalisasi sungai tidak lebih prioritas dari infrastruktur dasar lainnya. Kondisi ini memperlihatkan adanya kegagalan dalam perencanaan dan penentuan skala prioritas.

 

Selain masalah perencanaan, BPK juga menemukan masalah serius pada pelaksanaan pekerjaan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kekurangan volume pekerjaan senilai total Rp809.628.557,59 pada 15 paket pekerjaan.

 

Rincian dari kekurangan volume ini, menurut BPK, menyebabkan kerugian keuangan daerah dalam dua bentuk. Pertama, adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp320.728.170,34. Angka ini merupakan sisa dari total kelebihan pembayaran Rp455.419.283,28 setelah adanya penyetoran ke kas daerah sebesar Rp134.691.112,94 selama penyusunan LHP, menjadikannya angka yang bersifat final. Selain itu, BPK juga menemukan adanya potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp354.209.274,31. Angka ini masih berpotensi menjadi kerugian negara karena status pembayarannya belum 100% saat LHP disusun.

 

BPK mencatat bahwa kekurangan volume ini tidak sejalan dengan Rencana Kerja Dinas PUPR yang menargetkan pembangunan berorientasi pada masyarakat dan pengelolaan sumber daya air yang optimal. Kondisi ini mengakibatkan proyek normalisasi sungai yang telah dikerjakan tidak dapat berfungsi secara optimal.

 

BPK secara jelas menyebutkan bahwa permasalahan ini disebabkan oleh kelalaian pejabat terkait. Kepala Dinas PUPR selaku Pengguna Anggaran dinilai kurang optimal dalam mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan proyek. Sementara itu, PPK, PPTK, dan Pengawas Lapangan dianggap kurang cermat dalam memeriksa hasil pekerjaan di lapangan.

 

Untuk melengkapi data, media ini telah mencoba menghubungi Sekretaris Dinas PUPR OKI, A. Oktariansyah Pratama, ST, pada Kamis 28 Agustus 2025 lalu pukul 12.25 WIB melalui pesan WhatsApp terkait temuan BPK ini, namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanggapan yang diberikan.

 

Selain itu, BPK juga menemukan adanya pelanggaran terhadap beberapa regulasi, di antaranya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menyatakan bahwa penyedia bertanggung jawab atas volume dan kualitas pekerjaan.

 

Atas temuan tersebut, Bupati OKI, menyatakan sependapat dan berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi dari BPK.

 

BPK merekomendasikan kepada bupati agar memerintahkan Kepala Dinas PUPR selaku Pengguna Anggaran untuk lebih optimal mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan proyek. Selain itu, bupati juga diminta menginstruksikan PPK, PPTK, dan pengawas agar lebih teliti dalam memeriksa hasil pekerjaan di lapangan, serta memastikan pelaksanaan pekerjaan normalisasi sungai di masa mendatang dilakukan berdasarkan kajian skala prioritas. Terakhir, BPK meminta agar Kepala Dinas PUPR memproses penyetoran kembali ke kas daerah atas kelebihan pembayaran sebesar Rp320.728.170,34 dan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp354.209.274,31 sesuai ketentuan yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *